Thursday, June 1, 2017

Membumikan Kembali Makna Pancasila


“Saya Indonesia, Saya Pancasila”

Tagline sederhana yang digunakan oleh pemerintah Indonesia pada 1 Juni 2017 dalam memperingati hari lahir Pancasila yang ke 72. Tujuannya sederhana, yakni membumikan kembali Pancasila.

Pada tahun 1960 saat sidang majelis PBB, Soekarno dengan lantangnya dari atas podium membumikan Pancasila kepada seluruh Negara yang hadir saat itu. Tepuk tangan dan sorak terus bergema mengisi ruang sidang PBB.

Pancasila laksana rajawali saat itu, yang mampu mencengkram kapitalisme dan imperialisme dengan kaki kirinya dan radikalisme dengan kaki kanannya.

Kini Pancasila sedang lara, radikalisme terjadi di mana-mana. Kaum fundamentalis pasar berupaya merubahnya dengan kapitalis. Sedang ekstrimis religius berkoar demi menjadikannya khilafah. “Saya Indonesia, Saya Pancasila”, ini refleksi sekaligus obat mujarab bagi kesembuhan Pancasila.

Savic Ali, aktivis Gusdurian dalam helatannya di Mata Najwa pada Rabu (31/5) mengatakan bahwa perlu adanya upaya untuk menyambungkan kembali kelompok-kelompok yang berusaha untuk memecah belah bangsa.

“Hari ini banyak kelompok yang berupaya untuk membangun pagar satu sama lain, dari pagar bambu hingga pagar tembok dan ini terjadi dari akar rumput hingga elit politik. Saya kira di tengah kelompok yang membangun pagar ini, kita semua harus sadar untuk berupaya membangun jembatan yang menghubungkan, bukan memisahkan”, kata Savic Ali, aktivis Gusdurian dalam acara Mata Najwa pada.

Sejalan dengan itu, Beny Susetyo selaku rohaniawan Kristen menambahkan bahwa perlu adanya ketegasan seorang pemimpin dalam menegakan supremasi hukum di Indonesia.

“Kalau Pak Jokowi katakan gebuk harus gebuk betul, artinya yang melanggar inkonstitusi, intoleransi, serta pelaku-pelaku kekerasan harus ditindak”, kata Beny Susetyo dalam helatan Mata Najwa.

Tidak hanya itu saja, Beny juga menambahkan bahwa Pancasila harus dibatinkan dalam perilaku manusia, serta para elit politik atau pemimpin bangsa harus bersatu dalam memaknai Pancasila.

“Para pemimpin antara kata dan perbuatan harus satu. Jangan terjadi perbedaan penafsiran, kalau pemimpinnya gak bersatu bagaimana?”, lanjut Beny diikuti tepuk tangan penonton

Terakhir Beny menegaskan bahwa perlu adanya perebutan ruang publik. Perebutan ruang publik yang dimaksudkan olehnya adalah harus ada counter wacana yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.

“Perebutan ruang publik itu, kita semua yang mencintai Indonesia harus melakukan counter wacana. Jangan kebenaran absolute itu milik satu golongan saja, tetapi kebenaran itu harus mencintai ke-Indonesiaan dan mempersatukan kita, tambahnya

Tak jauh berbeda dengan yang lainnya, Heri Santoso selaku Kepala Pusat Studi Pancasila UGM mengatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara harus berani mengoreksi, mencabut atau bahkan membatalkan undang-undang yang bertentangan dengan Pancasila.

Berikutnya, para penyelenggara yang dianggap berlawanan dengan pancasila haru diberhentikan dari jabatan, serta harus ada revitalisasi di dunia pendidikan.

“Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menyiapkan manusia untuk memahami persoalan hidupnya dan memperbaikinya, bukan sistem yang menghafal, menghafal dan menghafal” ucap Heri santoso

Akhirnya, bila landasan bertindak kita adalah Pancasila, pendidikan kita adalah Pancasila atau bahkan desahan nafas kita adalah Pancasila bukan tidak mungkin sang garuda dengan cepat akan tersohor. Asal kita berani mengaku, “Saya Indonesia, Saya Pancasila”. (zuk)

(Penulis: Semprianus Mantolas)

The post Membumikan Kembali Makna Pancasila appeared first on MalangTODAY.

http://ift.tt/2rXAX6N

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment