
MALANGTODAY.NET – Sebagai negara hukum, sudah seharusnya seluruh kebijakan yang dilakukan baik oleh penyelenggara negara ataupun masyarakat harus berjalan diatas sebuah aturan / rel hukum. Namun ada hal yang membuat kami sangat terkejut ketika aksi 4 November kemarin berbuntut adanya penangkapan terhadap aktifis gerakan mahasiswa (dalam hal ini adalah terhadap Sekjen PB HMI). Yang sangat kami sayangkan adalah proses penangkapan yang kurang sesuai dengan prosedur Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
Dari informasi yang kami dapatkan, bahwa sekitar 30 aparat kepolisian yang berpakaian sipil mendatangai Sekretariat PB HMI (sekitar pukul 23.45 /7 November 2016) dengan membawa surat penangkapan terhadap Sdr. Ami Jaya (Sekjen PB HMI) dan kemudian membawa Sdr. Ami Jaya ke Polda Metro Jaya.
Namun sangat disayangkan ketika aparat kepolisian melakukan sikap represif dalam proses tersebut, terlebih tidak memperbolehkan untuk didampingi kuasa hukum. Hal demikian ini apabila dibiarkan, maka akan membahayakan gerakan mahasiswa, karena secara tidak langsung hal seperti ini merupakan bentuk kriminalisasi dan pengkebirian terhadap aktifis gerakan mahasiswa.
Semestinya sudah ada prinsip dan standar Hak Asasi Manusia (HAM) yang wajib dilaksanakan polisi dalam setiap penyelenggaraan tugasnya, termasuk dalam hal melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Penyidik (dalam hal ini kepolisian) dilarang menggunakan kekerasan atau penekanan dalam bentuk apapun saat melakukan penangkapan.
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Dalam kajian hukum pidana bahwa alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam Pasal 17 KUHAP:
1. seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana;
2. dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.
Pertanyaan sederhananya adalah sejauh mana aparat kepolisian memiliki bukti permulaan yang cukup dalam melakukan penangkapan terhadap Sdr. Ami Jaya (Sekjen PB HMI)?
Apalagi tidak dijelaskan status hukum Sdr. Ami Jaya, apakah sebagai saksi, terduga atau tersangka dll.
Itulah yang masih menjadi tanda tanya buat kami sebagai bagian dari keluarga besar HMI dan juga aktifis gerakan mahasiswa. Karena seharusnya aparat kepolisian dalam melakukan penangkapan tidak boleh sewenang-wenang, akan tetapi harus ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.
Dalam persoalan ini, aparat kepolisian dalam melakukan penangkapan sangat bertentangan dengan KUHAP. Jangan sampai ini menimbulkan persepi bahwa penangkapan Sdr. Ami Jaya untuk maksud selain di luar kepentingan penyelidikan dan penyidikan. Apalagi tindakan petugas disertai dengan sedikit kekerasan dan intimidasi.
Selain itu, kejanggalan yang terjadi adalah surat perintah penangkapan tersebut tidak menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara dugaan kejahatan/tindak pidana yang dipersangkakan. Sehingga sangat tidak menghargai/tidak menghormati hak-hak seseorang yang ditangkap sebagai bagian Hak Asasi Manusia, jadi jangan sampai tindakan penangkapan tersebut merupakan penghukuman bagi seseorang.
Kenapa persepsi ini muncul?karena aparat kepolisian telah mengabaikan hak-hak yang dimiliki oleh seseorang yang ditangkap (dalam hal ini Sdr. Ami Jaya) yaitu berupa hak untuk mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi oleh penasihat hukum.
Kami berharap bahwa tetap berlaku prinsip praduga tak bersalah, dan hal ini tidak dijadikan sebagai pengalihan isu. Sehingga membiaskan atau mengkaburkan substabsi yang sebenarnya.
Penulis Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia/DPP PERMAHI dan Mantan Aktifis HMI Cabang Malang.
The post Kriminalisasi dan Pengkebirian Gerakan Mahasiswa appeared first on MalangToday.
http://ift.tt/2fzEdv9
0 comments:
Post a Comment