
MALANGTODAY.NET – Dilema penurunan daya beli masyarakat masih menjadi isu hangat dalam dunia perekonomian Indonesia. Jika sebelumnya data BPS menyebutkan bahwa memang ada penurunan pada konsumsi masyarakat, namun tidak halnya dengan BI yang justru mengatakan bahwa daya beli masyarakat mengalami pertumbuhan, meskipun melambat.
Pakar Ekonomi FEB Universitas Brawijaya (UB) Malang, Wildan Syafitri, SE, ME, PhD mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini memang tidak sesuai dengan target. Sehingga wajar, jika ada kecenderungan untuk mengatakan bahwa daya beli masyarakat saat ini telah mengalami penurunan.
“Sedangkan hasil yang dikelurkan oleh BPS dan BI itu memang tercatat, karena menggunakan metodenya sendiri-sendiri,” katanya pada MalangTODAY.net, Senin (7/8).
Menurutnya, saat ini memang ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Diantaranya adalah pengalihan pola konsumsi ketika tahun ajaran baru. Karena meskipun sekolah digratiskan, namun ada beberapa kebutuhan pendukung yang harus dimiliki.
Sehingga, lanjut Wildan, masyarakat cenderung beralih dengan membelanjakan uangnya pada kebutuhan yang dirasa lebih mendesak. Selain itu, ada juga kemungkinan banyaknya transaksi yang tidak tercatat dan luput oleh pemerintah.
“Seperti transaksi pembelian secara online salah satunya, yang belum tercatat dengan benar,” terang dosen Jurusan Ilmu Ekonomi FEB UB itu.
Untuk itu, tambahnya, perlu ada penambahan pendekatan metode baru dalam mencatat sebuah transaksi seiring perkembangan teknologi. Salah satu pendekatan yang dirasa paling mudah adalah menghitung besaran sebuah produk yang dikeluarkan oleh pabrik.
“Barang yang dikeluarkan pabrik, otomatis sampainya ke masyarakat kan. Tapi karena ada sistem transaksi online, maka skema pasarnya berbeda,” tambah pria ramah itu.
Dia pun mencontohkan untuk proses transaksi jual beli kendaraan bermotor misalnya, yang saat ini sangat memungkinkan bisa dilakukan tanpa harus dilakukan penjualan melalui showroom. Melainkan bisa langsung ditujukan pada pembeli, yang secara otomatis memangkas biaya pemasaran.
“Trendnya sekarang mulai berubah dan ada peralihan. Sehingga ada baiknya untuk melakukan pendekatan baru, salah satunya menghitung produk yang dikeluarkan oleh pabrik. Tapi untuk produk yang diimpor memang akan susah didata,” jelasnya.
Sementara untuk sektor riil, menurutnya dapat dilihat dari volume kendaraan truk yang melakukan pengiriman barang. Di mana saat ini, cukup besar truk yang lalu lalang di jalan tol untuk melakukan pengiriman ke berbagai daerah di Indonesia.
Sedangkan di toko, transaksi yang terjadi tampak tidak begitu banyak. Menunjukkan adanya peralihan pola cara konsumsi masyarakat dengan menggunakan kecanggihan teknologi. Terlebih, saat ini fenomena jual beli melalui online semakin digandrungi masyarakat Indonesia, meskipun memang tidak sebesar di negara Asean pada umumnya.
“Transaksi online yang sering dilakukan masyarakat, utamanya di kota besar sangat memberi pengaruh yang cukup signifikan,” papar Ketua PPKE (Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi) FEB UB itu.
Peralihan dari sisi teknologi yang berpengaruh dalam segi perekonomian itu menurut Wildan juga harus menjadi perhatian. Karena pada prinsipnya,teknologi dapat mengurangi biaya transaksi dan lebih menambah dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Perlu digaris bawahi juga, bahwa saat ini ekonomi dunia mengalami penurunan sebagai efek dari Trump, yang menurutnya juga lambat laun berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Selain itu juga diduga ada pengalihan konsumsi masyarakat ke ranah investasi.
The post Dilema Penurunan Daya Beli Masyarakat, Ini Kata Pakar Ekonomi appeared first on MalangTODAY.
http://ift.tt/2uy8HF8
0 comments:
Post a Comment