
MALANGTODAY.NET – Jembatan Kedungkandang, proyek besar yang sudah diimpikan sejak lama oleh masyarakat itu ternyata kini menjadi petaka besar bagi sebagian orang. Bagimana tidak, pembangunan yang digadang-gadang dapat mengurai kemacetan di Kota Malang itu pada akhirnya menyeret beberapa nama dalam indikasi tindak pidana korupsi.
Sejak Rabu (9/8) pekan lalu, tim penyidik KPK pun secara mengejutkan mengobok-obok Pemerintahan Kota Malang. Mulai dari Balaikota Malang, kantor Dinas PU, rumah dinas dan kediaman pribadi Walikota Malang, sampai rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang pun menjadi sasaran.
Tiga nama sudah ditetapkan sebagai tersangka. Namun sampai pekan ini, lembaga antirasuah itu masih betah berada di kota pendidikan ini. Puluhan saksi didatangkan dan dimintai keterangan.
Jika kita mencoba untuk menengok ke belakang, jembatan Kedungkandang itu mulai direncanakan di tahun 2011. Ketika itu, kepemimpinan masih berada di tangan Walikota Malang sebelumnya, Peni Suprapto. Proyek pun mulai dianggarkan di tahun 2012 dengan APBD sebesar 54 Triliun.
Tak lama, proyek yang dimenangkan oleh PT Nugraha Adi Taruna (NAT) Jakarta itu pun berhenti dan berujung pada kasus hukum. Sampai saat ini, perkara yang ditangani oleh Polres Kota Malang sejak tahun 2013 itu masih juga belum menunjukkan hasilnya.
Di tahun 2014, Pemkot Malang kembali menganggarkan proyek jembatan tersebut sebesar Rp 50 Miliar. Karena masih tersandung kasus hukum, maka dalam PAK 2014 penganggaran tersebut dihapuskan. Kemudian Juli 2014, KPK meminta data terkait pembangunan jembatan tersebut kepada Pemkot Malang.
Namun di tahun 2015, penganggaran kembali diajukan sebesar Rp 30 Miliar. Meski mulanya Pemkot Malang sempat menolak dan meminta untuk dinggarkan Rp 1 Miliar saja, karena dirasa proyek jembatan Kedungkandang tersebut masih dalam proses hukum.
Dari situlah kemungkinan ada indikasi adanya buceng dari pihak swasta kepada mantan Ketua DPRD Kota Malang, M. Arief Wicaksono dari Komisari PT ENK, HM sebesar Rp 250 juta agar proyek tersebut kembali dianggarkan.
Selanjutnya pada Agustus 2015, anggaran jembatan yang awalnya diajukan sebesar Rp 30 Miliar dicabut Pemkot Malang, karena surat dari Mendagri yang menyatakan Jembatan Kedungkandang masih dalam kasus hukum.
Karena dihapuskan, kemungkinan menimbulkan masalah baru, akibat adanya komitmen fee di depan. Sehingga, Kepala Dinas PUPPB saat itu, Jarot Eddy S (JES) memberi buceng kepada MAW sebesar Rp 700 juta. Kemudian pada Maret 2016, JES bersama beberapa anggota dewan dipanggil KPK untuk dimintai keterangan.
Sementara itu, Sekertaris Daerah Kota Malang, Wasto mengatakan, di tahun 2016, permintaam untuk kembali menganggarkan pembangunan Jembatan Kedungkandang ditolak oleh Walikota Malang. Karena selain masih dalam penanganan hukum, waktunya juga sangat mepet dan tidak memungkinkan.
“Di 2016, ada dananya tapi tidak diproses karena nasalah hukum dan terlalu mepet,” terang mantan Kepala Barenlitbang itu pada Awak Media belum lama ini.
Dia juga menegaskan, tidak ada kekeliruan dalam perhitungan penganggaran yang dilakukan untuk proyek tersebut. Karena saat itu, Dinas PU berharap kasus hukum proyek jembatan tersebut segera rampung. Tapi karena belum juga usai, maka PU memutuskan untuk tidak melanjutkan proyek yang direncanakan secara multi years itu.
Sementara itu, saat ini kondisi rencana pembangunan jembatan masih sangat mangkrak. Selain kemacetan yang belum juga terurai, tanah yang sebelumnya sudah dibebaskan saat ini kembali dimanfaatkan oleh warga. Tampak ada dua sampai tiga bangunan permanen berdiri di atas tanah yang sebelumnya sudah dibebaskan itu.
The post Petaka Jembatan Kedungkandang, Cita-Cita Masyarakat yang Tertunda appeared first on MalangTODAY.
http://ift.tt/2i3CgNC
0 comments:
Post a Comment