Wednesday, March 28, 2018

Dosa Masa Lalu Anton dan Nanda, Sandungan Pilkada Kota Malang


Pipit Anggraeni

MALANGTODAY.NET – Dua calon Wali Kota Malang periode 2019-2023, M. Anton dan Yaqud Ananda Gudban telah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Pada Selasa (27/3) sore, keduanya pun ditahan selama 20 hari untuk proses pemeriksaan lebih lanjut.

Penetapan tersangka dua calon kepala daerah itu pun menuai pro dan kontra. Bahkan ada juga yang berpendapat jika penetapan tersangka salah satunya untuk menjegal langkah ke dua calon kepala daerah itu dalam pesta demokrasi Kota Malang.

Baca Juga: Dua Calon Walikota Malang Ditahan KPK, Begini Tanggapan Tim Kampanye

Menanggapi itu, pakar politik Universitas Brawijaya (UB) Malang, Faza Dhora Nailufar menilai, proses yang dilakukan KPK untuk menjerat seorang tersangka tentu sudah sangat lama. Sehingga ia tidak sependapat jika penetapan kasus yang dilakukan lembaga antirasuah itu semata untuk menjegal langkah ke dua calon.

“Ini adalah dosa masa lalu mereka, kebetulan pas penetapan tersangka dan ditahan sekarang. Namun sebenarnya proses ini sudah dilakukan KPK sejak lama,” katanya pada wartawan, Rabu (28/3).

Meski menjadi tersangka dan telah ditahan, keduanya menurut Dhora masih belum berstatus hukum. Sehingga keduanya masih sah untuk dipilih dalam proses Pilkada Kota Malang. Terlebih, di daerah lain pun sempat ada seorang tersangka korupsi yang memenangkan Pilkada dan dilantik.

Baca Juga: Tanda Tangan Dukungan dan Siap Berangkat ke Jakarta untuk Abah Anton

Hal itu lantaran memang sudah terdapat aturan mengikat dalam KPU Indonesia. Di mana calon kepala daerah yang berstatus tersangka masih diperbolehkan melanjutkan proses pilkada sebagaimana yang telah diagendakan.

“Anton dan Nanda sebenernya boleh berkampanye dan masih sah, tapi tidak diberikan ijin untuk berkampanye secara langsung, atau mensosialisasikan diri lagi,” katanya lagi.

Lebih lanjut Dhora menyampaikan, penetapan tersangka tersebut tidak lepas daru proses politik yang dilalui Anton dan Nanda. Tingginya ongkos politik di Indonesia menjadikan kontestan mengeluarkan ongkos yang besar.

Sedangkan gaji yang diterima, lanjutnya, tidak mencukupi untuk mengganti ongkos yang sudah dikeluarkan. Selanjutnya, iklim birokrasi masih belum sehat dengan proses transaksional yang dianggap lumrah. Transaksional dalam pengesahan APBD banyak terjadi antara eksekutif dan legislatif.

Baca Juga: Wali Kota Malang Non Aktif, Resmi Kenakan Rompi Oranye KPK

“Sistem itu sudah mengakar, dan ketika mau merubah pun itu sangat sulit ketika sudah tersistem,” jelasnya lagi.

Begitu juga dengan legislatif, yang tidak pernah lepas dari ongkos politik yang dikeluarkan saat menjadi calon legislatif (caleg). Sehingga tak heran jika pada akhirnya permainan serupa masih terjadi sampai sekarang.

Tak hanya itu, dia juga menyampaikan jika kasus yang menjerat Anton dan Nanda jelas akan berpengaruh terhadap elektabilitas. Karena dalam peneliti yang dia lakukan, isu korupsi menempati posisi tiga besar sebagai isu yang paling banyak diperhatikan masyarakat selain isu kemiskinan.

“Karena ketika Anton belum menjadi tersangka dan hanya diperiksa itupun sudah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat,” urainya.

Baca Juga: Dua Calon Wali Kota Malang Beserta Lima Anggota DPRD Resmi Ditahan KPK

Ke dua calon, lanjutnya, akan kekurangan waktu karena mereka tidak bisa berkampAnye atau mengerikan klarifikasi bertatap muka dengan konstituennya terkait kasus yang menimpa. Otomatis,  yang berkembang di luar bola panas berkembang sangat cepat.

“Namun ini harus disikapi secara berhati-hati oleh pasangannya lain yaitu Sutiaji, karena bukan sebuah jaminan suara yang tadinya mendukungnya dua Paslon kemudian beralih dialihkan ke Sutiaji,” tambah Dhora.

Selain itu, lanjutnya, pasangan Sutiaji dan Edi juga jangan terlalu responsif dengan kasus ini. Karena kemungkinan keduanya tak mendapat simpati dari masyarakat masih besar. Dia pun menyarankan agar pasangan nomor urut tiga ini tetap kalem dan tidak menyerang individu, namun lebih pada isunya.

Sementara untuk suara golput dan partisipasi masyarakat, ia memprediksi akan mengalami penurunan. Namun hal itu sudah biasa dengan tingkat partisipasi yang menurun dibawah 50 persen dan harus segera diantisipasi KPU.

Baca Juga: Tahun Politik, Pjs Wali Kota Malang Ingatkan Ini

“Mereka harus bekerja keras untuk meminta partisipasi masyarakat, karena jika tingkat partisipasi dibawa 30 persen Pilkada Kota malang bisa dikatakan gagal,” urainya lagi.

Meyakinkan masyarakat bahwa kasus yang menjerat ini tidak mengakhiri proses Pilkada bukan hal mudah. Karena menurutnya ada secercah harapan meski calonnya hanya itu.

“Dan bisa dikatakan juga ini Pilkada calon tunggal karena hanya melawan bumbung kosong. Kita jangan mengkhianati proses demokrasi setidaknya kita memilih meski itu hanyalah golput dan ini sebuah pilihan juga,” pungkasnya.

The post Dosa Masa Lalu Anton dan Nanda, Sandungan Pilkada Kota Malang appeared first on MalangTODAY.

https://ift.tt/2uo6DEK

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment