
MALANGTODAY.NET – Berdasarkan data yang dihimpun Malang Corruption Watch (MCW), jumlah pengaduan masyarakat miskin terkait susahnya mengakses fasilitas kesehatan terus bermunculan. Sejak Januari hingga Mei 2017, badan publik itu mencatat ada 52 aduan tertulis terkait pelayanan publik yang disampaikan.
Aduan tersebut didominasi oleh adanya laporan diskriminasi Faskes terhadap peserta BPJS. Di posisi ke dua, pengaduan lebih memberatkan pada pelayanan faskes kemudian administrasi dan pembiayaan, informasi BPJS, dan terakhir berkaitan dengan kartu PBI yang non aktif.
Dari laporan itu, MCW mencatat, aduan warga kebanyakan berkaitan dengan diskriminasi peserta BPJS oleh unit penyelenggara fasilitas kesehatan tingkat pertama dan kedua. Beberapa keluhan yang disampaikan seperti kamar kosong bagi peserta BPJS. Namun ketika berganti sebagai peserta umum, unit penyelenggara mengatakan kamar tersedia.
Selain itu juga masih ada laporan dari warga terkait petugas yang kurang ramah, tidak adanya layanan peserta BPJS dalam kondisi darurat, ditolak oleh rumah sakit, atau bahkan pelayanan pengambilan obat yang tidak terlayani dengan baik.
Menanggapi itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, Asih Tri Rachmi menyampaikan, ada beberapa hal yang harus diluruskan. Karena pada dasarnya, setiap layanan kesehatan yang diberikan rumah sakit memiliki aturan tersendiri yang kadang kala memang kurang dipahami oleh masyarakat. Sehingga tak jarang menimbulkan kesalahpahaman.
Dicontohkannya untuk kasus pelayanan darurat bagi peserta BPJS misalnya. Menurutnya, terkadang persepsi pasien dan rumah sakit terkait kasus darurat tidak sama. Sehingga sering menimbulkan beberapa gejolak yang akhirnya merambah pada beberapa kasus.
“Seperti layanan di Puskesmas Janti yang sempat ramai kemarin misalnya. Kan keluarga pasien merasa itu adalah gawat darurat. Sedangkan menurut rumah sakit itu bukan gawat darurat dan penanganan membutuhkan surat rujukan,” katanya ketika hearing bersama dengan MCW belum lama ini.
Dalam kasus itu, lanjutnya, jelas terjadi kesalahpahaman di antara ke dua belah pihak, dan merembet pada protes jam layanan kerja. Pasalnya, dalam kasus yang masih sama itu, petugas yang dimintai surat rujukan merasa tidak memeriksa pasien dan tidak mau begitu saja membuat surat rujukan.
“Kita juga tidak bisa menyalahkan begitu saja petugas, karena memang benar tidak ada pemeriksaan sebelumnya, dan memang karakter dokter yang ditemui waktu itu tegas seperti itu,” tambah perempuan berhijab itu.
Tak hanya itu, dia juga menjelaskan terkait adanya pengaduan kamar kosong bagi peserta BPJS. Sebelumnya, ia mengakui jika kasus serupa memang beberapa kali ia temui sendiri. Namun saat ini, ia menjamin jika hal tersebut sudah tidak lagi terjadi.
“Dulu saya memang pernah menemui, tapi sekarang jumlah kamar sudah dimaksimalkan dan dalam pantauan Dinas Kesehatan,” bebernya.
Sementata terkait sistem rujukan dan masalah kamar penuh di rumah sakit, menurutnya Dinkes merencanakan akan ada aplikasi data terpadu di setiap fasilitas kesehatan untuk melihat kondisi di masing-masing layanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit. Data terpadu itu nantinya memungkinkan untuk mengetahui jumlah pasien, tenaga, dan fasilitas pada hari pelayanan, sehingga rujukan dapat tepat sasaran.
“Kami akan menindaklanjuti aduan yang menjadi tupoksi kami di Dinas Kesehatan,” tegas Asih.
The post Benarkah Masyarakat Miskin Kota Malang Susah Akses Layanan Kesehatan? appeared first on MalangTODAY.
http://ift.tt/2u7A9Ne
0 comments:
Post a Comment