
MALANGTODAY.NET – Sangat menyenangkan pasti berbicara tentang budaya kuliner yang ada di Indonesia. Karena kekayaannya yang luar biasa, jelas memberi pengaruh yang besar pada jenis hidangan yang berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan mungkin saja kita tidak menyadari akan hal itu, sebuah perputaran kebiasaan yang membawa kita pada kebiasaan di masa lalu.
Seperti tradisi makan bancakan salah satunya, yang kini kembali populer di berbagai rumah makan mewah dan hotel berbintang. Padahal, tradisi itu sebelumnya sempat menghilang tampak tertutup oleh pengaruh budaya bangsa lain. Seperti tradisi prasmanan ataupun mengkonsumsi olahan cepat saji yang dirasa lebih praktis dan memiliki nilai tersendiri.
Seperti itu lah budaya kuliner. Selalu berubah dari waktu ke waktu karena banyak faktor yang mempengaruhi. Dalam berbagai tulisan sejarah, tak sedikit pasti budaya kuliner yang berkembang di nusantara, termasuk saat Indonesia belum merdeka.
Rijsttafel salah satunya, sebuah tradisi memakan nasi dengan aneka olahan yang berkembang di abad ke 20 atau sekitar tahun 1900an. Budaya makan yang memadukan antara budaya Eropa dan Indonesia itu sempat populer dalam waktu yang cukup lama. Bahkan saat ini, budaya makan besar itu masih bisa ditemui di Belanda dan beberapa hotel di Indonesia termasuk Kota Malang.
“Rijsttafel ini masih kami suguhkan di sini, apabila memang ada tamu yang menginginkan. Dan cara menghidangkannya pun masih sama dengan yang ada dulu, yaitu dengan jumlah pelayan yang sangat banyak,” terang Executive Assistant Manager Hotel Tugu Malang, Crescentia Harividyanti, belum lama ini.
Dalam catatan sejarah, hidangan rijsttafel itu disebutkan selalu melibatkan banyak pelayan yang membawa banyak jenis olahan. Sejarawan, Onghokham pun berpendaat, bistik komplet dengan kentang dan sayuran selalu disajikan dalam budaya makan tersebut. Meski pada dasarnya rijsttafel sangat erat kaitannya dengan nasi.
Dari waktu ke waktu, jenis makanan yang disajikan mengalami perubahan, termasuk pola penyajiannya. Namun yang tidak pernah berubah adalah kemewahan dan keagungan hidangan di Indonesia yang diungkapkan melalui jumlah yang melimpah.
Bahkan sampai tahun 90an, budaya makan yang menyajikan banyak hidangan itu banyak dilirik wisatawan mancanegara. Beberapa iklan di surat kabar tahun 90an pun banyak yang menunjukkan banyaknya hotel dan biro perjalanan yang menawarkan paket wisata menikmati hidangan ala rijsttafel itu.
Buat kalian yang masih bingung apa itu rijsttafel, berikut penjelasannya. Sejarawan Fadly Rahman dalam bukunya yang berjudul Rijsstafel mengatakan, istilah rijsttafel itu pertama kali digunakan oleh orang Belanda ketika hendak memakan nasi dan sajian khas dari orang Indonesia, khususnya Jawa.
Dalam budaya makan itu, orang Belanda mulai terbiasa memakan nasi dan aneka olahan khas Jawa yang dipadukan juga dengan berbagai olahan dari Belanda sendiri. Percampuran kebiasaan itu pada akhirnya menjadi sebuah yang kemudian dikemas lebih eksklusif.
Karena jika orang bumi putera (sebutan untuk orang Indonesia pada masa penjajahan) memakan dengan cara mengitari hidangan secara bersama-sama (bancakan), maka keluarga Belanda memakan nasi lengkap dengan berbagai jenis hidangan menggunakan perlengkapan lengkap sepeti piring, sendok dan garpu. Keluarga Belanda pun memilih makan di atas meja dengan jumlah payan yang sangat banyak.
Tak hanya rijsttafel, budaya kuliner Indonesia sebelum merdeka masih sangat kaya. Terutama dengan adanya pengaruh budaya Tiongkok dan India ya g sampai saat ini masih banyak tumbuh dan berkembang. Seperti budaya memasak tumis dan menggunakan bumbu kecap misalnya, yang dalam sejarah dicatat sebagai hasil akulturasi dari berbagai pertemuam budaya yang ada di Indonesia.
The post Mengenal Budaya Kuliner Sebelum Indonesia Merdeka appeared first on MalangTODAY.
http://ift.tt/2wx2Ipd
0 comments:
Post a Comment