Friday, December 22, 2017

Polemik Ginjal Senilai Rp 350 Juta di Kota Malang


Pipit Anggraeni

MALANGTODAY.NET – Transplantasi ginjal yang melibatkan Ita Diana sebagai pendonor dan Erwin Susilo sebagai residian atau penerima donor berlangsung di RSUD Syaiful Anwar atau yang biasa dikenal sebagai RSSA Malang. Proses operasi yang telah berlangsung pada bulan Februari 2017, dan hingga sekarang polemik ginjal itu masih menyisakan banyak pertanyaan.

Publik sempat dibuat bingung dengan pernyataan pendonor yang menyampaikan jika ginjal yang ia donorkan itu berdasarkan dengan perjanjian uang. Di mana Ita saat itu mengaku jika penerima donor akan melunasi hutang miliknya yang sebesar Rp 350 Juta.

Perempuan berhijab itu pada awak media mengatakan jika dia memang sangat terdesak dengan kebutuhan ekonomi. Sehingga ia menerima penawaran dari orang yang berkeinginan untuk membayar ginjalnya itu.

Bahkan selama melakukan perawatan usai menjalani operasi, menurutnya ia mendapat uang dari Erwin sebesar Rp 75 Juta. Uang itu diberikan selama saru pekan perawatan yang ia jalani di RSSA. Sedangkan usai membaik dan pulang ke rumah, dia tidak mendapatkan hak atas apa yang menurutnya telah dijanjikan penerima donor ginjal.

“Ketika masih dalam proses tes, saya diberi fasilitas menginap di kawasan dekat RSSA dan seriap harinya diberi uang saku Rp 75 ribu,” terangya.

Sementara itu, penerima donor ginjal, Erwin Susilo menampik cerita tersebut. Dengan tegas dia menyampaikan jika operasi transplantasi ginjal yang melibatkan dirinya dan Ita Diana berdasarkan rasa kemanusiaan.

“Dan tidak ada embel-embel janji sama sekali,” urainya.

Pihak rumah sakit pun membenarkan, jika dalam proses transplantasi itu sama sekali tidak ada yang namanya akad jual beli. Karena sepenuhnya didasarkan pada prosedur dan peraturan yang tertera dalam Kementerian Kesehatan.

Ketua Tim Transplantasi Ginjal RSSA, Adma Gunawan menyampaikan, dalam perjanjian kerjasama yang telah dibuat oleh kedua belah pihak, terdapat poin penting. Beberapa poin penting itu diantaranya berkaitan dengan pernyataan ikhlas mendonorkan salah satu organ tubuhnya.

Kemudian berisi bahwa transplantasi dilakukan bukan berdasarkan akad jual beli. Pihak pendonor tidak akan menuntut materi ataupun imateril setelah dilakukannya operasi. Kemudian pihak kedua tidak akan memberi janji apapun baik materik ataupun imateril, serta dua belah pihak harus menyetujui kerjasama yang dibuat.

“Di dalamnya juga dijelaskan jika ketika terjadi perjanjian di luar itu oleh pendonor dan penerima donor ginjal, maka bukan menjadi tanggungjawab rumah sakit,” jelasnya lagi.

Perjanjian kerjasama tersebut menurutnya telah disetujui oleh kedua belah pihak. Karena Ita Diana telah membubuhkan tanda tangannya beserta salah seorang keluarga yang diakui Diana sebagai adik kandungnya. Sementara pada pihak penerima donor ginjal, ditandatangani oleh Erwin dan sang isteri.

Lebih jauh dia menjelaskan, jika dalam aturan Permenkes disebutkan jika persetujuan dapat dilakukan oleh siapapun asalkan yang bersangkutan memiliki hubungan sebagai keluarga. Sehingga, ketika Diana membubuhkan tandatangan sang adik dan bukan suami, maka itu dinilai sah.

Dia juga menjelaskan, sebelum melakukan operasi transplantasi ginjal, terlebih dulu dilakukan tes. Baik tes kesehatan ataupun tes psikolog yang dilakukan secara bertahap. Sehingga, pihak rumah sakit sudah yakin bahwa proses telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada.

Menurutnya, Erwin sebagai penerima donor ginjal bukan sebagai pasien yang diprioritaskan. Karena donor sepenuhnya disesuaikan atas kecocokan dari kedua belah pihak, dari sisi pendonor dan penerima donor.

“Dan transplantasi ginjal di RSSA sudah dilakukan sebanyak 17 kali, dan baru kali ini bermasalah,” jelasnya panjang.

The post Polemik Ginjal Senilai Rp 350 Juta di Kota Malang appeared first on MalangTODAY.

http://ift.tt/2CYusCK

0 comments:

Post a Comment