
MALANGTODAY.NET – Sampai saat ini, beberapa golongan masyarakat Indonesia masih percaya dan melakukan beberapa ritual untuk meminta turun hujan. Di Desa Seraya, Karangasem, Bali, ritual tersebut dikenal sebagai ritual gebug ende.
Gebug ende dilakukan oleh dua orang pemain yang saling memukul menggunakan ende (rotan) sepanjang 1,5 sampai 2 meter. Untuk menghindari pukulan rotan lawan, masing-masing pemain dibekali penangkis. Penangkis yang digunakan adalah rotan bundar.
Meskipun ada penangkis, terkadang seusai ritual badan mereka tetap sakit terkena pukulan rotan. Untuk itu ternyata masyarakat Seraya memiliki obat manjur untuk mengobati luka akibat pukulan rotan ini.
Sebab ritual ini dilakukan seperti pertandingan, maka ada seorang wasit yang mengawal. Wasit atau saye berperan untuk memberi peringatan kepada pemain yang melakukan pelanggaran.
Dilansir dari Kintamani.id, selama ritual berlangsung, gamelan akan ditabuh untuk memacu adrenalin masing-masing pemain. Pertandingan akan semakin baik jika ada darah pemain yang terkucur. Diyakini, darah yang terkucur dari perang gebug ende ini dapat mendatangkan hujan.
Sebelum melakukan gebug ende, pemain terlebih dahulu melakukan persembahyangan dengan sesajen berbagai rupa. Selain itu, pemain akan dipakaikan udeng serta kain saput poleng. Pemain gebug ende tidak hanya laki-laki, anak-anak dan wanita juga boleh memainkannya.
Sejarah dari ritual gebug ende ini diawali dari warga Desa Seraya yang ditugaskan untuk menyerang kerajaan Seleparang di Lombok. Saat itu, warga Seraya dikenal tangguh sehingga bisa menguasai kerajaan Seleparang.
Untuk merayakan kemenangannya, mereka berperang dengan kawannya sendiri dengan alat perangnya. Hal inilah yang diwariskan turun-temurun hingga sekarang menjadi ritual gebug ende.
Penulis: Almira Sifak
Editor: Almira Sifak
The post Perang Gebug Ende, Ritual Minta Hujan Warga Karangasem appeared first on MalangTODAY.
https://ift.tt/2LlmBnV
0 comments:
Post a Comment