
MALANGTODAY.NET – Duta Besar (Dubes) RI untuk Myanmar, Ito Sumardi menegaskan, krisis kemanusiaan Rohingya bukanlah konflik agama. Dia menyampaikan, terlalu sederhana jika masyarakat Indonesia mengartikannya dengan cepat.
Karena sejak dulu, menurutnya isu kemanusiaan yang menimpa suku Rohingya telah lama bergulir dan menjadi perhatian dunia internasional, tanpa kecuali masyarakat Indonesia. Jauh sebelum mencuatnya kasus kekerasan yang ramai diperbincangkan sejak bulan Agustus kemarin, gesekan senjata antara suku Rohingya dan pemerintah Myanmar sudah terjadi.
“Salah satu faktornya adalah karena status kewarganegaraan suku Rohingya belum diakui,” katanya pada Awak Media ketika berkunjung ke Kota Malang, Jumat (8/9) sore.
Status kewarganegaraan yang masih menjadi problem itu menurutnya telah memunculkan beberapa organisasi. Organisasi yang mengatasnamakan kepedulian terhadap suku Rohingya itu pun beberapa kali mengalami kontak senjata dengan angkatan militer Myanmar.
Sehingga, jika dikatakan bahwa isu yang berkembang itu adalah merupakan konflik agama, ia sangat menyayangkannya. Karena selama menjadi duta besar untuk Myanmar, menurutnya masyarakat muslim hidup rukun dengan agama lain. Toleransi yang ditunjukkan pun sangat besar, dan saling menghormati satu sama lain.
Setiap malam, ia pun masih dapat mendengarkan kumandang adzan. Ketika peringatan hari besar seperti Shalat Iedul Adha yang baru saja digelar, masyarakat muslim tetap bisa melaksanakan ibadah. Termasuk menyembelih sapi sebagai hewan qurban. Padahal, penyembelihan sapi di Myanmar dilarang.
“Tapi semua berjalan tertib dan saya dapat berqurban seizin pemerintah, dan sama sekali tidak ada gangguan. Muslim di Myanmar hidup sangat tenang,” terang mantan Kabareskrim itu.
Saat ini, dengan semakin mencuatnya kasus kekerasan yang terjadi, dia pun meminta agar masyarakat Indonesia berfikir secara realistis. Tidak terburu emosi dan melakukan hal yang nantinya akan semakin mempersulit upaya pemerintah Indonesia untuk menyalurkan bantuan kepada korban yang terkena konflik.
Karena saat ini, diplomasi yang diupayakan pemerintah Indonesia melalui kunjungan yang dilakukan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI dikatakan berhasil dan mulai memasuki babak baru. Pemerintah Myanmar pun mulai membuka akses bagi Indonesia untuk menyalurkan bantuan kepada korban kekerasan Rohingya.
“Ketika saya kembali ke Myanmar nanti, pimpinan PMI yang diberi kewenangan oleh Pemerintah Myanmar meminta bertemu dengan saya. Artinya, diplomasi yang dilakukan Menlu berhasil, dan kita akan menunggu tindak lanjutnya,” tambahnya lagi.
Tapi kebijakan membuka akses oleh Pemerintah Myanmar untuk memberi bantuan itu menurut Ito sangalah mungkin mengalami perubahan. Terutama jika negara yang bersangkutan merasa harga diri nasionalnya ternodai.
Dia pun menyarankan, masyarakat Indonesia tetap bersuara sesuai logika dan tidak melakukan tindakan yang akan merugikan. Karena jika Myanmar menutup diri, maka Indonesia tidak akan berbuat banyak dan hanya bisa berteriak saja. Sebuah bantuan akan sangat mustahil rasanya disampaikan para korban yang kini tengah mengungsi.
“Ada permintaan memutuskan hubungan, tidak sesederhana itu. Lha kalau kita memutuskan hubungan dengan Myanmar, apa dasarnya? Apa kita harus berperang dengan Myanmar? Bagaimana kita nanti bisa membantu para korban jika kita memutuskan hubungan?,” tegas Ito.
Kecuali jika Myanmar melakukan tindakan yang di luar batas dan tidak sesuai konstitusi, lanjutnya, maka Indonesia sudah pasti akan memutuskan hubungan dengan Myanmar. Namun perlu diingat, bahwa memutuskan hubungan bukanlah cara yang tepat untuk membela sebuah perdamaian.
“Diembargo secara internasional pun, Myanmar masih dapat hidup dan berkembang baik,” urai Ito.
The post Dubes RI Untuk Myanmar: ‘Setiap Malam Saya Masih Mendengarkan Kumandang Adzan appeared first on MalangTODAY.
http://ift.tt/2vUyTPL
0 comments:
Post a Comment