
MALANGTODAY.NET – Perkembangan zaman yang makin modern membuat barang-barang tradisional yang dulu begitu eksis kini makin tergerus. Salah satunya adalah wadah yang terbuat dari anyaman bambu atau biasa disebut besek.
Dulu, masyarakat selalu memanfaatkan besek sebagai wadah makanan saat ada acara-acara seperti pernikahan, syukuran, dan lain-lain. Namun sayang, kini peran besek itu sudah mulai tergantikan dengan kotak nasi ataupun plastik.
Baca Juga: Masuki Pancaroba, BMKG Imbau Masyarakat Waspada
Berjuang di tengah modernisasi zaman, salah satu sentra pembuatan besek di Jalan Pesantren, Desa Ngajum, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang masih mencoba bertahan. Di rumah industri milik Liayah tersebut, ada enam orang ibu-ibu dari warga setempat yang setiap harinya masih cukup telaten menganyam bambu untuk dijadikan besek.
“Ini otodidak sudah turun- temurun. Ya butuh ketelatenan membuatnya, apalagi bambu banyak serat-seratnya jadi kalau nggak hati-hati tangan gampang ketelusup (tertusuk),” kata Liayah, Minggu (28/10/2018).
Pembuatan besek sendiri harus melalui tahapan-tahapan yang cukup rumit. Pertama, bambu terlebih dahulu dipilih dan kemudian dipotong menjadi kecil-kecil, lalu dijemur dibawah sinar matahari. Setelah itu, bambu akan dijadikan lembaran kecil yang tipis untuk dianyam.
Baca Juga: Soal Insiden Garut, Ini Sikap FPI dan Ormas di Kabupaten Malang
“Dipilah, dijemur, kemudian dibuconi (dibentuk), kemudian polanya terbentuk dirapikan. Paling sulit adalah buconi karena butuh kesabaran dan ya harus telaten,” terang Liayah.
Untuk penjualan besek itu sendiri tidak menentu, tergantung pesanan. Biasanya pesanan datang dari produsen tape di wilayah Kabupaten Malang.
Bila sedang tidak ada pesanan, ibu-ibu yang biasanya menganyam besek akan banting setir menjadi buruh tani. Sementara itu, tiap satu besek itu sendiri dibanderol dengan harga Rp 600 untuk ukuran kecil, Rp 800 ukuran sedang, dan Rp 1.000 – Rp 2.000 ukuran besar.
Para perajin besek di Ngajum sendiri sangat mengharapkan bantuan pemerintah untuk membantu pemasaran, agar besek tetap eksis. Satu lagi persoalan lain yang dihadapi perajin besek di Ngajum yaitu tidak adanya generasi muda yang mau belajar menganyam besek. Mereka khawatir, jika tidak ada yang meneruskan produksi itu, besek akan musnah ditelan zaman.
Baca Juga: Kemarau Belum Berakhir, 7 Kecamatan Masih Butuh Air Bersih
“Nanti kalau ibu-ibu sudah tua sekali, siapa yang buat Besek. Anak-anak perawan (muda) di sini tak minat katanya repot,” ungkap Liayah.
Selain pemasaran yang sulit dan ancaman generasi muda yang enggan meneruskan produksi anyaman besek itu, bahan baku bambu dari Ngajum sendiri juga cukup sulit didapat. Alhasil, selama ini perajin harus mendatangkan bambu dari luar wilayahnya.
Reporter: Dhimas Fikri
Editor: Raka Iskandar
The post Mengintip Perjuangan Perajin Besek di Ngajum, Hidup Segan Mati Tak Mau appeared first on MalangTODAY.
https://ift.tt/2EPAvz8
0 comments:
Post a Comment